Senin, 16 Juni 2008

Penyerangan FPI Terhadap AKKBB

Insiden yang terjadi di Monas pada tanggal 1 Juni 2008 antara FPI dan AKKBB
ternyata menjatuhkan banyak korban luka-luka. Ketika insiden tersebut terjadi
para aparat keamanan tidak ada di tempat kejadian dan mereka baru tiba setelah
jatuh banyak korban luka-luka. Menurut laskar komandan FPI, AKKBB
bertujuan untuk menarik massa Ahmaddiyah dengan berlatar belakang hari
kelahiran Pancasila pada tanggal 1 Juni, ternyata itulah yang membuat pihak FPI
melakukan tindakan penyerbuan dilapangan Monas tersebut.

Yang menjadi pertanyaan, mengapa harus melakukan tindakan anarkis yang
mengakibatkan jatuhnya banyak korban luka-luka? bahkan bukan hanya
AKKBB saja tetapi juga masyarakat umum, ibu-ibu dan anak-anak yang
kebetulan berada di sana pun ikut menjadi korban. Apakah musyawarah sudah
tidak dapat lagi dipakai sebagai sarana pemersatu perbedaan pendapat untuk
menghasilkan sebuah kesepakatan yang menguntungkan untuk semua?
Bukankah dalam Pancasila sila ketiga disebutkan, “Persatuan Indonesia”, lalu
dimanakah “persatuan” itu bila ternyata masih ada rasa saling memusuhi sesama
bangsa Indonesia? Dimanakah letak rasa persaudaraan, tenggang rasa, saling
menghormati yang ada dari sebelum kita merdeka? Lalu apa artinya hari kelahiran
Pancasila itu diperingati bila isi dari Pancasilanya saja belum tercipta dalam hidup
sehari-hari.

Padahal Negara ini telah menjamin setiap warganya untuk memeluk dan meyakini
kepercayaan atau agama sesuai dengan masing-masing keyakinan. Jadi seharusnya
penyerangan FPI kepada AKKBB tidak bisa dipakai sebagai alasan, untuk
melakukan tindakan anarkis. ( By )

“Orang yang dapat menaklukkan dunia adalah orang yang sabar menghadapi
caci maki dari orang lain. Orang yang dapat mengendalikan emosi ibarat
seorang kusir yang dapat menaklukkan dan mengendalikan kuda liar. Dia
dapat mengambil jarak dari amarahnya seperti ular yang menanggalkan
kulitnya. Orang yang bijaksana tidak akan memasukkan kata-kata anak
muda yang penuh emosi ke dalam hatinya.”

Mampukah kita menjadi lebih bijaksana dalam memandang sebuah masalah
dan perbedaan yang ada?

Mampukah kita mengendalikan emosi untuk kepentingan bersama?

Tidak ada komentar: